Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum Unusia, Ahsanul Minan berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Sistem Pertanggungjawaban Kepala Daerah di Indonesia dalam Era Reformasi,” pada forum sidang terbuka Promosi Doktor Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (10/1/2024) di Balai Sidang Djokosoetono Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dalam risetnya, Minan berpendapat bahwa pertanggungjawaban pada tingkat negara (pemerintah pusat) bergantung kepada model sistem pemerintahannya yang juga mencerminkan relasi antar aktor.
Temuan penting dalam penelitian tersebut diantaranya:
1. Perlunya pertanggungjawaban kepala daerah, hal ini disebabkan; a) efektifitas penerapan desentralisasi dalam pemerintahan bergantung pada adanya sistem pertanggungjawaban, b) dapat menjadi sarana pemerintah pusat dalam pelaksanaan wewenang yang sesuai, memastikan daya tanggap, c) menurunkan risiko korupsi, d) menjadikan otoritas yang didelegasikan menjadi sah, e) mencegah diskresi yang berlebihan oleh pemerintah daerah, f) memastikan kesesuaian antara kebijakan publik dengan pelaksanaannya, g) memperkuat partisipasi warga, h) bermanfaat memelihara legitimasi, i) memastikan terwujudnya tata pemerintahan yang baik.
2. Permasalahan kerangka hukum, hal ini mengandung; a) beberapa problem normatif meliputi absurditas dalam sistem pertanggungjawaban kepala daerah di Indonesia, b) UU Pemerintahan Daerah tidak disertai dengan pengaturan tentang mekanisme answerability, responsiveness dan enforceability atau right of authorities yang memadai sehingga kurang layak disebut sistem pertanggungjawaban, c) laporan pertanggungjawaban kepala dalam kerangka hukum dapat dianggap lebih bersifat pertanggungjawaban prosedural semata, d) model pengaturan sistem pertanggungjawaban tidak mampu mendorong kepala daerah untuk tunduk kepada keinginan warga, e) kepala daerah otonom hanya menjalankan peran sebagai kepala daerah otonom, f) gubernur DIY yang ditetapkan oleh DPRD tidak bertanggungjawab kepada DPRD, g) sistem pertanggungjawaban seperti di IKN tidak diatur dengan jelas di dalam UU IKN.
3. Praktik pertanggungjawaban kepala daerah secara empiris menunjukkan, a) derajat kekuatan kontrol aktor pertanggungjawaban tidak optimal, b) partai politik pengusung kepala daerah tidak diberikan peran untuk mengevaluasi kinerja kepala daerah yang diusungnya, c) kontrakdiksi antar norma peraturan sering berubah-ubah, d) DPRD dan warga lokal mengalami kendala kapasitas dalam membaca, memahami dan mengkritisi kinerja dan laporan Kepala Daerah, e) kepala daerah tidak menjalankan fungsinya secara efektif.
4. Idealitas sistem pertanggungjawaban kepala daerah di Indonesia, warga dapat meminta dan menilai kinerja Kepala Daerah dan dalam hal kinerjanya dinilai buruk, warga dapat memberikan sanksi dengan cara pengusulan pemilu recall untuk memberhentikan Kepala Daerah.