Search

INDONESIA KITA REFLEKSI AKHIR TAHUN 2020-1

Ais

KATA PENGANTAR DEKAN FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA
Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia
Muhammad Afifi, SH, MH.

Tahun 2020 sudah kita jalani. Berbagai peristiwa yang terjadi sudah sepatutnya menjadi pelajaran berharga bagi kita, termasuk bagi bangsa ini dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang. Bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan mental. Pembangunan mental, yang pernah dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo, tampaknya belum terlalu terlihat hasilnya. Misalnya, berbagai tindak korupsi dan penyimpangan masih saja terjadi, dari level daerah hingga level nasional. Bahkan saat buku ini dibuat, terjadi penangkapan dua menteri dan beberapa kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Bila berkaca dari Human Development Index (HDI) tahun 2019 yang dikeluarkan oleh United Nations and Development Programme (UNDP), kita patut prihatin karena Indonesia hanya meraih skor 0.707 atau menempati ranking 111 dari 189 negara. Kita kalah oleh beberapa tetangga kita seperti Thailand yang meski sering dilanda konflik, menempati ranking 77, dan kalah

jauh dari Singapura yang menempati ranking 9, meski negara tersebut merdeka 20 tahun setelah Indonesia. Pendidikan, sebagai salah satu tolok ukur HDI disamping kesehatan dan ekonomi, tentu harus dibenahi bersama. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi massa dan keagamaan terbesar di Indonesia, sangat concern dengan pengembangan pendidikan tersebut. NU memiliki ribuan pesantren, serta lembaga pendidikan dari PAUD sampai tingkat aliyah (SMA) yang tersebar di seluruh Indonesia. Di bidang pendidikan tinggi, NU juga memiliki perguruan tinggi di bawah Lembaga Perguruan Tinggi NU (LPTNU) yang semuanya berupaya membenahi mental dan intelektual generasi muda Indonesia. Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) sebagai salah satu perguruan tinggi di bawah LPTNU, membawa dua nama besar sekaligus, yaitu NU dan Indonesia. Hal ini menyiratkan bahwa tanggung jawab UNUSIA sangatlah berat terhadap bangsa Indonesia dan terhadap NU sebagai salah satu pendiri bangsa. Bangsa Indonesia yang telah merdeka selama lebih dari 75 tahun haruslah terus dijaga dari segenap pihakpihak yang akan merusaknya. Tanggung jawab itu semakin berat bagi dosen untuk mendidik kader-kader bangsa ini, yang sebagian besar juga sekaligus kader NU. Sebagai civitas akademika, dosen UNUSIA juga terikat dengan Peraturan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Nomor: 112 Tahun 2020 untuk melaksanakan Catur Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah. Dosen dengan demikian tidak hanya dituntut untuk bisa mendidik, mengajar, meneliti, maupun dakwah, tetapi juga harus bisa terjun langsung mengabdikan diri di masyarakat. Dalam konteks berbangsa dan
bernegara, pengabdian antara lain dapat dilakukan dengan turut aktif dalam menyumbangkan pemikiran terbaiknya bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Demikian pula mahasiswa yang merupakan agent of change dalam pembangunan, punya kewajiban moral untuk terus mengawal bangsa ini pada rel yang benar. Melihat berbagai tulisan mahasiswa dalam buku ini, saya melihat kepedulian mereka yang sangat besar terhadap bangsa ini. Hal ini patut diapreasisi tersendiri, bahwa mahasiswa bukan hanya jago demonstrasi, tetapi juga menuangkan gagasannya secara terstruktur demi perbaikan bangsa ini. Langkah ini tentu menjadi bagian dari kewajiban civitas akademikia UNUSIA agar kehadirannya terus menebar rahmat untuk seluruh alam, termasuk memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat dan bangsa ini. Sebagaimana kita tahu, pepatah mengatakan verba volant, scripta manent, ucapan akan hilang, sementara tulisan akan abadi dikenang. Catatan ini akan menjadi dokumentasi dan sarana refleksi di masa mendatang, untuk melihat sejauh mana bangsa ini telah melakukan perubahan. Sebagaimana sejarah yang terus berulang, bisa jadi masalah yang dibahas dalam buku ini akan kembali terjadi di masa mendatang. Jika demikian yang terjadi, seharusnya bangsa ini sudah bisa belajar dan bertindak lebih cepat dalam mengatasi berbagai masalah; bukan justru terjerembab pada kesalahan yang sama. Buku berjudul Indonesia Kita: Refleksi Akhir Tahun 2020, ini jelas mencerminkan semangat para penulis ini dalam memperbaiki bangsa. Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi para penulis yang terdiri dari civitas akademika UNUSIA, baik dosen maupun mahasiswa yang meluangkan waktu dan
pikirannya untuk menuliskan berbagai catatan reflektif atas kondisi di 2020, yang mudah-mudahan bisa menjadi sumbang saran bagi perbaikan Indonesia di masa mendatang. Apresiasi khususnya saya berikan kepada Prodi Ilmu Hukum yang mengambil inisiatif untuk membuat karya ini, sebagai langkah baru dalam membukukan refleksi akhir tahun para civitas akademika UNUSIA. Secara khusus saya juga mengucapkan selamat kepada Prodi Ilmu Hukum yang belum lama ini mendapat akreditasi B. Sebagai prodi yang baru pertama kali menjalani akreditasi, capaian tersebut tentu sebuah prestasi yang membanggakan dan patut disyukuri, untuk kemudian terus ditingkatkan. Berbagai kreatifitas Prodi Ilmu Hukum, yang kebetulan di bawah koordinasi saya sebagai Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora, layak ditiru oleh prodi lain sehingga terjadi fastabiqul khairat, kompetisi dalam kebaikan. Dengan semangat para penulis, saya optimis bahwa kemajuan Indonesia yang akan menempati posisi ekonomi ketujuh dunia sebagaimana prediksi Martin Jacques (1999) serta kembalinya Asian Century, atau kembalinya kejayaan Asia pada 2050, akan terwujud. Terakhir, saya ucapkan selamat membaca!