Potensi ideal Desa Gintung Cilejet terletak
di kerajinan tangan berupa anyaman bambu. Beberapa hari yang lalu kami
berkunjung dan menyempatkan ikut belajar cara menganyam dari tangan ahlinya.
Kampung Leuwigoong adalah salah satu tempat yang masih terdapat banyak
pengrajin anyaman bambu di keseluruhan Desa Gintung Cilejet ini.
Satu anyaman bambu dibandrol Rp 1.000 – Rp 10.000 saja, “kalo kita mah jualnya per-kodi, satu kodinya dihargain Rp 15.000” kata bu Rini pengrajin hihit (kipas tangan). Tingkat kesulitan menganyam bambu cukup relative, ada yang memerlukan 15menit untuk satu buah kerajinan, ada pula cukup 5 menit saja. Kaum ibu-ibu yang paling mendominasi bagian menganyam bambu, kalau kaum bapak (laki-laki) menyiapkan bambu, mulai dari memilah, menebang, memotong bilah bambu menjadi bagian kecil lalu diserut hingga bertekstur lentur agar ketika dianyam tidak mudah patah, begitu juga kesiapan ukuran anakan bambu dengan ukuran yang sesuai kebutuhan satu kerajinannya. Jenis karya hasil anyaman bambu yang mereka hasilkan diantaranya kipas tangan, bobokoh (wadah nasi kecil), bakul (wadah nasi besar), tampah, caping gunung, dan tikar.
Bukan hanya kerajinan yang kecil saja, tapi warga setempat juga piawai membuat gazhebo yakni saung tempat berteduh, dengan desain kokoh nan kuat biasa digunakan untuk musyawarah dan bersantai. Bertengger kasus pandemi yang digdaya ini tidak menyusutkan kesadaran warga menjaga kesehatan. Biarpun budaya ngariung tidak pernah absen diadakan tiap harinya, tetapi riwayat positif Covid-19 di Kampung Jambubol-Taman nihil.
kegiatan vaksinasi yang diadakan Desa Gintung Cilejet nyatanya diminati sebagian besar warga.
"Pekan lalu kami menjadi relawan vaksinasi dosis ke-2 dan Booster. Suksesnya kegiatan bertema kesehatan ini juga menjadi salah satu program kami. Keikutsertaan kami dalam edukasi kesehatan terwujud pada rutinan posyandu, kegiatan imunisasi berjalan lancar karena anak-anak balita terbilang banyak di desa ini.
Putri Utami Ramadhan / Maria Merlynda